Content

Wednesday 19 February 2014

Tentang DIY alias lakukan sendiri (edited)




DIY atau Do It Yourself.
Saya tidak terlalu suka nulis hal-hal yang pakai mikir. Jadi tulisan ini juga hanya summary dari pengalaman saja. Ketika memutuskan jadi stay at home mom, atau full time mom, saya bertekad untuk mengerjakan semua kebutuhan rumah sendiri. Tujuannya untuk melatih diri sendiri supaya terampil mengerjakan urusan rumah. Entah kenapa, saya merasa itu penting. Mungkin karena saya dibesarkan di keluarga yang memang menganggap hal tersebut penting. Perempuan mesti terampil masak, belanja bahan makanan yang bagus, jahit, bebenah rumah. Bapak saya (iyah, Bapak! bukan Mamah saya) pernah kecewa (ngomel sebenarnya, hehehe...) ketika saya di usia SMP, tidak bisa milih sayur atau ikan yang bagus di pasar tradisional, tidak bisa nawar dan akhirnya dapat barang jelek dan harganya diatas rata-rata pula. Tapi dari situ saya belajar. Dari guru terpercaya tentunya, Mamah. Bukan cuma soal belanja itu, tapi semua tetek bengek urusan rumah.

Lalu sekarang, ketika sudah berumahtangga, semua terasa manfaatnya. Keterampilan-keterampilan seputaran rumah ini memang sangat terpakai. Walaupun belum bisa sampai ngecat rumah sendiri atau mengurus kebun sayur mayur :)  . Setidaknya dengan mengerjakan urusan rumah tangga sendiri, membantu suami dalam pembiayaan keperluan rumah tangga. Tidak perlu membayar Asisten Rumah Tangga. Dengan bisa sedikit-sedikit kucas-kecos alias menjahit, bisa menghemat biaya permak baju. Dan sesekali bisa bikin baju sendiri. Dengan jemput anak sendiri, menghemat uang jemputan ojek buat anak. Dll.
Ini juga mengajari saya untuk keep moving, terus bergerak, produktif. Belajar mengatur waktu, disiplin, dan menerampilkan diri.
Repot? Sudah tentu. Tapi itu biasa ya? Saya kira semua ibu-ibu juga merasakan kerepotan, dalam berbagai bentuk dan urusan.

Dan DIY atau tanpa ART ini juga ngga bisa diidentikkan dengan ketidakmampuan bayar ART. Setidaknya bukan itu kasus yang terjadi pada saya. Karena memang ada sebagian kalangan yang menjadikan ini sebagai salah satu tolak ukur kesejahteraan. Bagi saya, itu pandangan yang terlalu sempit. Ada yang beranggapan begitu? Ada! 
Ada pula yang menganggap ibu yang organize rumahnya sendiri, dan semuanya berjalan dengan baik, dianggap tidak ada apa-apanya, tidak berharga, dan tak punya potensi. Agak sedikit keterlaluan ya persepsi seperti itu? Tiap hari menyiapkan makan, mengatur menu, itu potensi. Tiap hari mengatur waktu untuk mencuci, membereskan rumah, membereskan jemuran, menyuapi anak, memandikan, mengajarinya, itu potensi besar, yang setara dengan seorang guru, seorang pengasuh, seorang ahli gizi. Mengatur uang belanja itu setara dengan pengatur finansial. Ketika anak sakit, memilihkan obat yang sesuai dan terbaik untuknya, itu potensi yang setara dokter dan apoteker. Kalau apoteker mah bukan setara sih, emang sayah nya apoteker dari sononya, hehehe......

Ada pula yang mengasihani yang tidak punya ART: kasihan kamu A, ngga ada ART, semua-muanya harus dikerjakan sendiri. Omongan seperti itu sama sekali tidak membantu, hanya membuat yang dengarnya semakin down dan mengasihani diri sendiri. Kalau ini terjadi pada Mahnaz, saya tidak akan berkata seperti itu (insyaAllah), saya akan bilang: Hebat kamu Naz, bisa kerjain semuanya sendiri, mandiri, insyaAllah Allah limpahkan pahala yang  banyak untuk semua amal sholihmu. Ingatkah bahwa Fatimah putri Rasulullah pun menggiling gandumnya sendiri.
Saya bukannya anti ART yah? semuanya itu kembali pada pilihan dan kondisi masing-masing, tiap orang berbeda, punya prinsip dan pertimbangan berbeda.

Belakangan ini terasa manfaat lain dari DIY ini. Yaitu: Anak kita otomatis meniru kebiasaan ini dengan sendirinya. Ini hal yang biasa untuk anak kecil, meniru. Mahnaz mau membereskan kamar sendiri, tanpa diperintah  "Bunda! Naz aja yang beresin kamar, Naz sudah bisa". Malah dia pernah ngambek ketika bundanya ini yang beresin kamar. Kalau diingat-ingat, dulu juga begitulah saya belajar semua keterampilan rumah. Mamah senang jahit, saya meniru-niru jahit (walaupun lebih sering jadinya ngga karuan, hehehe...), Mamah memasak, ikut ngrecokin, dll. Naturally, meniru begitu saja. Dan baru di kemudian hari sadar, semua itu berharga, terpakai. 

Tadi malam ngobrol-ngobrol dengan suami. Teman beliau yang dari Amerika, seorang ibu, menceritakan pengalamannya selama disana. Tentang bahwa seorang ibu disana harus mengerjakan semuanya sendiri, karena pembantu mahal. Hal ini pernah saya baca juga dari blog nya Mbak Astri Merianti Nugraha. Moral yang saya ambil dari informasi tersebut adalah, keterampilan seputar kerumah tangga an bukanlah skill pembantu atau ART, tapi itu adalah basic life skill. Kita memerlukannya untuk bertahan hidup. Kita perlu makan, maka ya harus bisa masak. Kita beraktivitas ada hasil sampingan, maka harus bisa beberes, dll. Dan ini semua sudah otomatis dimanapun kita hidup. Dengan menguasai semua keterampilan rumah tangga, membuat kita (ibu-ibu) lebih fleksibel, bisa bertahan hidup dimanapun, dengan lingkungan seperti apapun. Setidaknya itulah yang saya rasakan. 
Memang kadangkala ada yang keteteran, tapi dengan peran serta suami, semuanya bisa berjalan baik.

Dengan melihat Mahnaz yang sudah bisa diajari hal ini sedikit-sedikit, saya berharap ia juga bisa mengerjakan semuanya sendiri sedikit-sedikit. Sehingga kelak ketika ia berumah tangga, ia leluasa untuk tinggal dimanapun, di lingkungan bagaimanapun. Tidak tergantung pada warung nasi, tidak tergantung pada laundry, dll, intinya: mandiri. Jadi, kalau dia mau ikut suaminya ke luar negeri misalnya,... ngga perlu panik ngga bisa masak, ngga bisa bebenah, dll.... huahahah... mikirnya kejauhaaaan!


2 komentar:

lik_nana says:
at: 15 August 2015 at 04:40 said...

Bener mbak, saya dari desa, jadi terbiasa mandiri ( ga tergantung warung atau toko), nah waktu di rumah suami agak keheranan, karena ternyata orang kota itu kurang terampil dalam masalah keseharian, (ga semuanya juga sih, tapi banyak yg gitu)

Home and Family says:
at: 21 August 2015 at 22:07 said...

iyaa, saya juga menjumpai hal yang sama. Bersyukurlah yang bisa mengerjakan semua sendiri, lebih fleksibel dan memudahkan hidup dimanapun

Post a Comment

Labels

Behind The Web

Powered by Blogger.

Blogroll






Labels

AD (728x90)

Blogroll

Click List