Content

2 komentar

Menjahit Peplum Dress

Potongan peplum sedang banyak dipakai. Untuk rok,pemanis rok span, untuk coat atau jaket. Penasaran dengan cara bikinnya, coba cari-cari tutorialnya. Ada banyak, salah satunya bisa dilihat di blog yang satu ini.
Dengan potongan peplum ini, bisa bikin rok yang mengembang tanpa membuat ruffle atau kerutan di pinggang.

Saya coba buat dua dress peplum ini, berhasil. Kesulitan utamanya, bikin polanya. Sebetulnya polanya sih amat sangat simpel, hanya lingkaran. Tapi bikin lingkaran besar pakai penggaris 30 cm rada-rada... nggg... ya gitu lah... mustinya pakai penggaris panjang ya?

Cara menjahitnya sama dengan dress serupa.


dress Mahnaz


dress Mumtaz


Cara bikin polanya saya ambilkan  dari web matterofstyle.blogspot.com saja ya, ini dia:



Jadi, kita ukur dulu pinggang, lalu lingkar pinggang itu dibagi 6,28, misalnya hasilnya A. Nah, selanjutnya, buat lingkaran dengan jari-jari sepanjang A. Menurut tutorialnya sih begitu, tapi sedikit tips dari saya, lebihkan 1-2 cm untuk seam allowance. Jadi jari-jari lingkarannya A + 1 atau 2 cm.
Itu untuk lingkaran dalamnya. Lingkaran luarnya, tergantung pada panjang rok yang kita inginkan.
Dari model ini bisa dimodifikasi menjadi rok peplum asimetris. Bagian depan lebih pendek daripada bagian belakang. Caranya dengan menggeser lingkaran dalam pada diameter lingkaran luar. 



Saya pernah coba buat potongan ini pada dress adik, sayangnya tidak ada fotonya, tapi nemu foto dress yang persis sama dengan yang saya buat itu di website Debenhams. Ini dia peplum asimetris kalau sudah jadi baju:


Beberapa contoh rancangan desainer yang memakai peplum:

pic taken from Dian Pelangi

Pada gambar diatas, peplum nya dibuat dua layer. Bisa coba dibuat yang seperti itu. 
Kok modelnya terlihat beda dengan dress Mahnaz? Soalnya bahannya beda. Gelombang peplum akan lebih terlihat jka memakai bahan yang agak tebal atau kaku seperti songket yang dipakai Dian Pelangi itu. Pada dress Mahnaz, materialnyanya satin, dan pada dress hijau diatas, memakai sifon, jadi bahannya cenderung lebih "jatuh".

Dengan tahu cara menjahitnya, tak perlu bayar desainer untuk baju yang kita inginkan bukan? ;)



.
Read more »
1 komentar

Pengaturan Belanja Dapur



pic taken from www.tapja.com

Masalah mengatur uang belanja untuk makan sehari-hari ini tugas seorang ibu yang sangat umum. Tergelitik membahasnya disini, karena belakangan beberapa kali menemui hal yang berbeda dari apa yang saya ketahui sebelumnya.
Mamah, my Mom, manajer keuangan paling handal, bagaimanapun kondisi keuangan keluarga, prioritas utama beliau adalah mengatur belanja supaya kebutuhan nutrisi sekeluarga selalu terpenuhi. Saya belum bisa sehebat beliau. Saya pikir semua ibu ya seperti Mamah, mengatur belanja, memasak, menyediakan makan secara teratur. Ketika menemui yang berbeda, baru tahu,ooo... ada juga yang tidak sama ya?
Tapi dari pengalaman, cara Mamah lebih dapat diterapkan dalam mengatur urusan belanja ini.

Untuk bandingan saja, ini dua kondisi yang sama-sama pernah dialami ketika sudah berumahtangga.
Dulu, ketika masih kerja kantoran, kadang tak sempat sarapan di rumah karena harus mengejar jemputan bis perusahaan. Jadi seringkali beli sarapan di luar. Pulang kantor, makan malam, kadang ada, kadang tidak. Ini biasa ya, seperti yang pernah saya ceritakan di postingan sebelumnya.
Kalau tidak ada, ya cari makanan di luar,biasanya nasgor abang-abang yang nangkring dekat rumah. Hemat? Tidak pernah menghitung persis. Tapi untuk ukuran masih berdua dengan suami, tanpa anak, semua itu no problem.

Ketika ada anak, hitungannya berbeda. Kita langsung saja dengan dua anak seperti sekarang ini. Apa gaya hidup seperti di atas lebih hemat dan mencukupi gizi? Mari kita coba lihat.

1. Pagi-pagi sarapan, beli, karena tidak sempat, atau alasan apapun. Siang, makan di kantor (Ayahnya), yang di rumah makan siang hasil masak dengan lauk (sayur dan protein), malam kadang habis. Ketika kebetulan habis, tidak masak lagi, berujung beli lauk di luar.
Pengeluaran:  Sarapan 3 orang (2 anak dihitung 1 karena masih kecil-kecil):   25.000
                     Makan siang (contoh menu:cah sawi+ayam goreng)              :    25.000
                     Ini cukup sampai makan malam, yang tidak cukup sampai makan malam:
                     Makan siang                                                                        : 15.000
                     Makan malam nasi goreng 3 porsi                                         : 30.000  
Satu bulan diasumsikan makan malam di rumah 15 hari, makan malam beli 15 hari, totalnya:
Pengeluaran dapur 1 bulan: 1juta 800 ribu.

2. Sarapan di rumah, Siang makan seperti biasa, dipertimbangkan porsi makanan supaya mencukupi hingga makan malam.
Pengeluaran:  Sarapan bisa roti, nasi goreng, telur mata sapi, dll                : 15.000
                     (untuk semua anggota keluarga yang 4 orang, cukup)
                     Makan siang cukup hingga makan malam                            : 30.000
Total pengeluaran : 1 juta 350 ribu

Selisihnya: 450 ribu
Perbedaan kebiasaannya cuma sedikit lho! Pengaturan di porsi masak harian dan sarapan saja. Dan perhatikan, makan siang full sampai makan malam di nomer satu dan dua saya bedakan. Nomer dua budgetnya 30ribu, sedangkan nomer satu cuma 25ribu, tapi tetap saja nomer 2 lebih irit.

Dan yang perlu diingat, beli makanan diluar belum tentu terjamin higienitasnya.
Skip sarapan kalau tidak sempat? Itu bukan pilihan untuk saya, sarapan itu harus, sesempit apapun waktunya. Terlebih lagi untuk anak-anak. Pentingnya sarapan tak perlu dibahas lah yaa, semuanya sudah pinter soal ini tentunya.

Dari pengalaman, budget 30 ribu perhari itu kadang sisa. Kadang sisanya di bahan makanan, atau dalam bentuk uangnya. Jika bentuknya bahan makanan, biasanya jadi stok untuk masak menu yang lain. Dan ini sudah dapat menu full, komplit, sayur dan protein. Proteinnya bisa ikan,udang, cumi, telur, ayam.
Catatan lainnya yang perlu diperhatikan: Masak sendiri, ketika makanan habis, biasakan masak lagi, bukan cari makan di luar.
Ini juga bisa jadi bandingan untuk yang kateringan, contoh nih, ada iklan kateringan yang lumayan terjangkau dan enak, porsinya banyak, satu hari 50 ribu. Apakah pengeluaran dapur satu bulan jadi 1 juta 500 ribu saja? tentu tidaaak, kan sarapan belum dihitung.

Jadi, seperti biasa... hidup itu pilihan. Mau pilih membiasakan sedikit-sedikit berdalih tidak sempat sarapan di rumah, malas masak kalau sudah malam.... lalu beli, higienitasnya entahlah (dan menunya itu-itu saja), dan pengeluaran lebih besar?
Atau skip aja deh sarapan, dampaknya akan terasa di jangka panjang pada anak kita, dan menabung penyakit pada kita sendiri.
Atau...
Membiasakan sarapan di rumah, ibu selalu berusaha menyiapkan sarapan, mengatur menu tiap hari, makan pantas dengan gizi cukup, menu komplit, dan pengeluaran justru lebih kecil.
Semua terserah pada kita.

Dari perhitungan diatas juga bisa jadi pelajaran. Orang yang kelihatannya irit (untuk tak menyebutnya sengsara) karena porsi makan tak cukup hingga makan malam, justru sebetulnya tidak irit. Mau skip makan malam sekalian? Silahkan. Do it for a while, tak lama kemudian penyakit pencernaan mendatangimu. Untuk anak? lebih buruk lagi, proses tumbuh kembangnya gimana?perkembangan otaknya? kalau saya sih, tidak mau ambil risiko soal ini.

Dengan ini, kita juga bisa melihat manfaat sinergi peran suami dan istri.
Apakah keluarga yang makannya diirit, membiasakan beli jadi dengan menu seadanya, berarti suaminya tak bisa mencukupi?
Apakah keluarga yang makannya teratur dengan menu komplit berarti suaminya lebih kaya dari tipe yang pertama?
Dengan melihat perhitungan riil semua itu terjawab kan? Jika suami dan istri menjalankan perannya masing-masing dengan baik, penggunaan pendapatan keluarga pun lebih optimal. Suami giat mencari uang, istri disiplin dalam mengatur keuangan dan mau memasak.
Sekali lagi, terbukti, keterampilan masak itu tidak akan pernah jadi keterampilan yang ketinggalan zaman, khususnya untuk perempuan yang suatu hari kelak akan menjadi seorang ibu. Ini catatan untuk anakku, dia boleh jadi apa saja, Pharmacist (as I do), dokter, insinyur, atau apapun... tapi skill yang satu ini pun harus punya.

Read more »
0 komentar

Baso Tahu Ayam

Musim hujan begini, enaknya yang hangat-hangat tentunya. Bikin baso tahu ayam, dimakannya sih ngga pakai bumbu kacang, Mahnaz lebih suka dicocol saos tomat.

Yang begini juga bisa untuk disimpan, di stok. Tapi biasanya tidak bertahan lama, cepet habis :)
InsyaAllah lain kali bikin agak banyak ah...




baru keluar dari kukusan... mmm... nyamm...



Read more »
0 komentar

Waterpark Ceria (Depok)

Yang seneng banget main kesini tentunya Mahnaz. Tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah. Waterpark ini ada dalam sebuah kompleks perumahan. Ada tempat pemancingan dan taman bermain sepeda airnya juga.

Mumtaz sudah sekitar dua kali main kesini. Awal mula dia takut. tidak mau turun ke air. Tapi lama kelamaan malah jadi ngga mau sudahan main airnya :D

Kamar mandi untuk bilas di waterpark ini banyak tersedia, ngga perlu sampai ngantri untuk bilas. Untuk masalah makanan juga tidak sulit. Kalau tidak sempat bawa bekal, banyak warung yang menyediakan macam-macam makanan, dari ringan sampai berat, dengan harga terjangkau. Tapi kalau sempat, sebaiknya bawa bekal yaa...

Untuk duduk-duduk nunggu dan simpan tas, banyak saung di sekitaran kolam, atau bisa juga sewa tikar untuk duduk di area lapang lain di sekitar kolam. 
Kalau cuaca cerah dan tidak dingin, enaknya datang pagi-pagi, saat kolam masih belum terlalu rame.
Ada 3 kolam dengan kedalaman berbeda di waterpark ini. Tapi semuanya tak lebih dari 1 meter. Yang paling dalam adalah kolam arus. Lalu yang kedalamannya sedang, dan yang paling dangkal di tengah kolam tempat perosotan.
Mumtaz paling senang di kolam paling dangkal, karena dia disitu bisa  jalan-jalan sendiri memakai ban nya.




Mumtaz sudah berani jalan di air  :)











Read more »
0 komentar

Flare Pants atau Celana Cutbray Anak

Cara pembuatan Flare Pants ini kurang lebih sama dengan seperti tutorial menjahit celana anak sebelumnya. Hanya dimodifikasi sedikit. Bagaimana modifikasinya? bisa dikira-kira lah yaaa... hehehe...tidak membantu sama sekali ya...  :p

Ntar deh,coba dibikin petunjuk grafis nya. Cari tutorialnya sendiri juga gampang kok, banyak bertebaran di internet. Tinggal googling saja.


Beda pola flare pant dan celana biasa adalah potongan dari lutut ke bawah. Berikut polanya:













Read more »
0 komentar

Toddler Dress

Bikin baju yang satu ini lumayan gampang. Tidak butuh pola macam-macam.
Tutorial nya bisa dilihat di favecrafts.
Tadinya mau diadaptasi juga seperti tutorial celana, tapi tidak perlu lah yaaa... di link itu juga sudah cukup jelas cara pembuatannya.
Saya sendiri sudah coba buat baju dengan model tersebut. Ini dia:


dress Mumtaz

Material: katun 
Entah katun apa, kain ini dapat dari Mamah, sudah lama, baru sempet dijahit sekarang
dress Mahnaz

Material: Katun jepang
ini kainnya lebih bagus daripada dress nya Mumtaz, dapat kainnya sudah lama juga.



Couple dress.
Material: katun, beli di toko kain online, harga permeternya sekitar 23ribu an. Waktu itu beli 2 meter untuk buat 2 buah dress ini. Masih ada sisanya.
Btw... anggapan barang branded itu mahal karena material bahannya juga mahal, ternyata kurang pas lho... soalnya...
kita pernah jalan-jalan ke mall, mampir lihat-lihat di salah satu retail baju anak. Ada baju dengan bahan sama seperti couple dress itu. Persis sama,saya hafal betul motif dan tekstur kainnya. Lihat harganya... wuiiih... 400ribu saja lho! Bayangkan, bahan cuma 23 ribu, jadi baju, masuk toko jadi 400 ribu sekian. Tidak aneh sebetulnya. Barang branded tentunya biaya promosinya besar, pemasaran nya pun butuh tempat dengan sewa yang mahal pula. Jadi kita tidak cuma membayar material bahan baju dan biaya jahitnya, tapi semua biaya si baju hingga sampai ke hadapan kita. 
So, kalau ada yang kalau bilang: iya dong ini bahannya pasti bagus,awet, kan merk nya A! 
Beneraaan tahu bahannya bagus? jahitannya bagus? saya juga tak tahu banyak soal bahan sih, tapi dari beberapa kali ke toko kain dan lihat-lihat beberapa koleksi kain di web rumahjahitdankain, sedikit membuka mata mengenai grade kain.






Read more »
0 komentar

Mang Engking UI

Point plus tempat ini adalah view nya, alias pemandangannya. Terutama tempat makan di saung-saung yang ada diseputar danau nya. Restoran sunda semacam ini memang banyak di berbagai di tempat. Dan kebetulan Mang Engking ini relatif dekat dari rumah.

Menu makanannya tak jauh berbeda dengan restoran Sunda lainnya. Eh, sebenernya yah, saya teh suka rada heran kenapa disebutnya restoran sunda, padahal menunya mayoritas seafood. Nih yah, sampe hafal apa aja, ada kepiting,kepiting soka, cumi,udang, gurame. Pilihannya mau dimasak saus tiram, saus padang, dibakar atau digoreng. Trus sayurannya karedok atau cah kangkung. Lainnya: sambel, lalap, tahu dan tempe goreng. Nah, perasaan yg kelihatan nyunda nya cuma karedok aja deh. Masakan lainnya mah umum. Tak ada makanan khas sunda lainnya semisal nasi tutug oncom, nasi liwet, nasi bakar, aneka pepes, gepuk, dkk.
Tapi sudahlah, yang penting makanannya enak, hehehe....
Mahnaz seneng makan disini sambil lihat ikan-ikan. Eh, iya, ada yang lucu pas Mahnaz pingn ngasih makan ikan. Kita belum beli makanan ikannya. Biasanya dijual dekat pintu masuk. Mahnaz dengan santainya bilang: Minta Om nya aja Bun!  
Saya : (emang dikasih?) iya, coba aja tanyain, boleh ngga?
dan dia langsung aja cari waitress resto, ngga minta ditemeni pula. Saya mengawasinya dari jauh, dan melihat dia bercakap dengan seorang waitress. Tak lama di tangannya sudah ada makanan ikan. Hahaha... dia ngomongnya gimana ya? soalnya saya juga ngga ngasih petunjuk ngomongnya begini atau begitu.

main lego yang baru dibeli sambil tunggu pesanan datang

Mumtaz tidur :D


makaaan!!

akhirnya Mumtaz bangun dan ikut makan




Read more »
0 komentar

Makan Malam

Ini kadangkala terjadi... ketika makan malam, salah satu lauk yang dimasak tadi siang sudah habis. Terpaksa harus kokoreh kulkas, cari bahan untuk lauk tambahan. Sama halnya dengan hari minggu kemarin. Sayur langsung habis sekali makan. Ternyata Mahnaz  dan Mumtaz doyan tumis ayam dan jamur. Tapi buat saya, makanan habis lebih baik, daripada bersisa, basi, kemudian terbuang. Kalau habis, ya masak lagi saja.

Tengok-tengok kulkas. Ada beberapa tahu, sepotong tempe, dan bawal siap goreng di freezer (saya kadang bikin stok beginian). Yak, cukuplah buat makan malam. Plus masih ada bakwan udang. Mulailah kuprak-keprek. Bikin sambal kecap, bawal goreng, sambel tempe (cuma pedas sedikit), martabaj mie, bakwan udang dan tahu goreng.

bawal nya ngga kefoto


Ini lumayan kalau pas lagi mood masak sedang tak ada. Daripada ngga ada makanan sama sekali. Makan diluar ketika males masak memang bisa jadi solusi. Tapi kalau diturut begitu terus, suka keterusan.
Read more »
2 komentar

Tentang DIY alias lakukan sendiri (edited)




DIY atau Do It Yourself.
Saya tidak terlalu suka nulis hal-hal yang pakai mikir. Jadi tulisan ini juga hanya summary dari pengalaman saja. Ketika memutuskan jadi stay at home mom, atau full time mom, saya bertekad untuk mengerjakan semua kebutuhan rumah sendiri. Tujuannya untuk melatih diri sendiri supaya terampil mengerjakan urusan rumah. Entah kenapa, saya merasa itu penting. Mungkin karena saya dibesarkan di keluarga yang memang menganggap hal tersebut penting. Perempuan mesti terampil masak, belanja bahan makanan yang bagus, jahit, bebenah rumah. Bapak saya (iyah, Bapak! bukan Mamah saya) pernah kecewa (ngomel sebenarnya, hehehe...) ketika saya di usia SMP, tidak bisa milih sayur atau ikan yang bagus di pasar tradisional, tidak bisa nawar dan akhirnya dapat barang jelek dan harganya diatas rata-rata pula. Tapi dari situ saya belajar. Dari guru terpercaya tentunya, Mamah. Bukan cuma soal belanja itu, tapi semua tetek bengek urusan rumah.

Lalu sekarang, ketika sudah berumahtangga, semua terasa manfaatnya. Keterampilan-keterampilan seputaran rumah ini memang sangat terpakai. Walaupun belum bisa sampai ngecat rumah sendiri atau mengurus kebun sayur mayur :)  . Setidaknya dengan mengerjakan urusan rumah tangga sendiri, membantu suami dalam pembiayaan keperluan rumah tangga. Tidak perlu membayar Asisten Rumah Tangga. Dengan bisa sedikit-sedikit kucas-kecos alias menjahit, bisa menghemat biaya permak baju. Dan sesekali bisa bikin baju sendiri. Dengan jemput anak sendiri, menghemat uang jemputan ojek buat anak. Dll.
Ini juga mengajari saya untuk keep moving, terus bergerak, produktif. Belajar mengatur waktu, disiplin, dan menerampilkan diri.
Repot? Sudah tentu. Tapi itu biasa ya? Saya kira semua ibu-ibu juga merasakan kerepotan, dalam berbagai bentuk dan urusan.

Dan DIY atau tanpa ART ini juga ngga bisa diidentikkan dengan ketidakmampuan bayar ART. Setidaknya bukan itu kasus yang terjadi pada saya. Karena memang ada sebagian kalangan yang menjadikan ini sebagai salah satu tolak ukur kesejahteraan. Bagi saya, itu pandangan yang terlalu sempit. Ada yang beranggapan begitu? Ada! 
Ada pula yang menganggap ibu yang organize rumahnya sendiri, dan semuanya berjalan dengan baik, dianggap tidak ada apa-apanya, tidak berharga, dan tak punya potensi. Agak sedikit keterlaluan ya persepsi seperti itu? Tiap hari menyiapkan makan, mengatur menu, itu potensi. Tiap hari mengatur waktu untuk mencuci, membereskan rumah, membereskan jemuran, menyuapi anak, memandikan, mengajarinya, itu potensi besar, yang setara dengan seorang guru, seorang pengasuh, seorang ahli gizi. Mengatur uang belanja itu setara dengan pengatur finansial. Ketika anak sakit, memilihkan obat yang sesuai dan terbaik untuknya, itu potensi yang setara dokter dan apoteker. Kalau apoteker mah bukan setara sih, emang sayah nya apoteker dari sononya, hehehe......

Ada pula yang mengasihani yang tidak punya ART: kasihan kamu A, ngga ada ART, semua-muanya harus dikerjakan sendiri. Omongan seperti itu sama sekali tidak membantu, hanya membuat yang dengarnya semakin down dan mengasihani diri sendiri. Kalau ini terjadi pada Mahnaz, saya tidak akan berkata seperti itu (insyaAllah), saya akan bilang: Hebat kamu Naz, bisa kerjain semuanya sendiri, mandiri, insyaAllah Allah limpahkan pahala yang  banyak untuk semua amal sholihmu. Ingatkah bahwa Fatimah putri Rasulullah pun menggiling gandumnya sendiri.
Saya bukannya anti ART yah? semuanya itu kembali pada pilihan dan kondisi masing-masing, tiap orang berbeda, punya prinsip dan pertimbangan berbeda.

Belakangan ini terasa manfaat lain dari DIY ini. Yaitu: Anak kita otomatis meniru kebiasaan ini dengan sendirinya. Ini hal yang biasa untuk anak kecil, meniru. Mahnaz mau membereskan kamar sendiri, tanpa diperintah  "Bunda! Naz aja yang beresin kamar, Naz sudah bisa". Malah dia pernah ngambek ketika bundanya ini yang beresin kamar. Kalau diingat-ingat, dulu juga begitulah saya belajar semua keterampilan rumah. Mamah senang jahit, saya meniru-niru jahit (walaupun lebih sering jadinya ngga karuan, hehehe...), Mamah memasak, ikut ngrecokin, dll. Naturally, meniru begitu saja. Dan baru di kemudian hari sadar, semua itu berharga, terpakai. 

Tadi malam ngobrol-ngobrol dengan suami. Teman beliau yang dari Amerika, seorang ibu, menceritakan pengalamannya selama disana. Tentang bahwa seorang ibu disana harus mengerjakan semuanya sendiri, karena pembantu mahal. Hal ini pernah saya baca juga dari blog nya Mbak Astri Merianti Nugraha. Moral yang saya ambil dari informasi tersebut adalah, keterampilan seputar kerumah tangga an bukanlah skill pembantu atau ART, tapi itu adalah basic life skill. Kita memerlukannya untuk bertahan hidup. Kita perlu makan, maka ya harus bisa masak. Kita beraktivitas ada hasil sampingan, maka harus bisa beberes, dll. Dan ini semua sudah otomatis dimanapun kita hidup. Dengan menguasai semua keterampilan rumah tangga, membuat kita (ibu-ibu) lebih fleksibel, bisa bertahan hidup dimanapun, dengan lingkungan seperti apapun. Setidaknya itulah yang saya rasakan. 
Memang kadangkala ada yang keteteran, tapi dengan peran serta suami, semuanya bisa berjalan baik.

Dengan melihat Mahnaz yang sudah bisa diajari hal ini sedikit-sedikit, saya berharap ia juga bisa mengerjakan semuanya sendiri sedikit-sedikit. Sehingga kelak ketika ia berumah tangga, ia leluasa untuk tinggal dimanapun, di lingkungan bagaimanapun. Tidak tergantung pada warung nasi, tidak tergantung pada laundry, dll, intinya: mandiri. Jadi, kalau dia mau ikut suaminya ke luar negeri misalnya,... ngga perlu panik ngga bisa masak, ngga bisa bebenah, dll.... huahahah... mikirnya kejauhaaaan!


Read more »
6 komentar

Tutorial Menjahit Celana Anak


Ini cocok buat pemula. Yang sedang mencoba menjahit (seperti saya). Seringkali buat ibu-ibu butuh stok lumayan ya buat celana anak ini? Untuk di rumah, untuk main, untuk piyama, celana panjang atau pendek. Apalagi pakaian buncil-buncil biasanya cepat lecek, pakaian main cepet kotor. Membuat sendiri, bisa jadi solusi yang cukup membantu. Bahan bisa apa saja. Tidak hanya kain beli di toko, tapi juga bisa dari baju yang sudah tidak terpakai (tapi yang kainnya masih bagus tentunya).

Dari celana basic ini sebenarnya bisa dikembangkan jadi flared pants alias celana cutbray, atau bisa juga potongan bootcut. Tapi kali ini saya bikin celana ¾ untuk Mumtaz, dengan potongan biasa, untuk dipakai di rumah. Tutorial ini diadaptasi dari sebuah tutorial menjahit di youtube. Lebih enak menjelaskan melalui video sih. Celana yang proper, atau yang "bener", pola untuk muka dan belakang berbeda, tapi disini dibuat sama untuk memudahkan, pan judulnya juga buat pemula yah?

Pola, seperti biasa, menjiplak dari yang sudah ada. Tips dalam menjiplak ini, pilih pakaian yang paling nyaman dipakai oleh anak, baju kojo lah kata orang sunda mah. Dengan begitu diharapkan pakaian hasil jahitannya pun potongannya enak dipakai (“diharapkan” loh yah,hehehe….). Jangan lupa lebihkan untuk seam allowance (naon sih bahasa indonesianya yang pas ya?)



Kainnya dilipat dulu, kemudian baru dijiplak seperti gambar diatas.  Posisi lipatan kain diperhatikan ya. Jadi kalau sudah digunting, dan dibuka lipatannya, hasil guntingannya seperti ini:




buat 2 kali yg begini, untuk bagian kiri dan kanan (ya iyalah buuu....). bagian bawahnya dilipat dan dijahit untuk keliman celana bagian bawah.

Lalu dijahit pada bagian seperti berikut ini:







 to be continued.... (bikin susu dulu, masak dulu, nyuci dulu,belanja dulu, dll,huahahah.....).
Cik ateuuh... bikin tutorial teh jangan sepotong-sepotong, part1,part2, bikin susah yang baca... jadi kita selesaikan saja yah? (ngomong sendiri)

Setelah dijahit pada bagian seperti diatas, balikkan salah satunya



setelah itu,bagian yang dibalik dimasukkan ke bagian yang tidak dibalik.


langkah selanjutnya, jahit sepanjang lekukan itu untuk menyambungkan dua bagian kiri dan kanan ini.


kalau sudah dijahit, balikkan lagi bagian yang tadi dibalik dan dimasukkan



hasilnya:


sudah kelihatan bentuk celananya ya?, tinggal buat ban celana dan dikasih karet di pinggangnya. Pada tahap ini, sebaiknya diobras dulu sebelum melanjutkan. 
Untuk membuat ban nya, lipat bagian atas, jahit sekeliling,tapi tidak sampai habis, sisakan untuk memasukkan karet.


karet dimasukkan dengan bantuan peniti


masukkan karet ke sekeliling ban pinggang, dan ujungnya bertemu,
dua ujung disatukan dengan dijahit.




Jadi deeeh... :D
Mudah-mudahan cukup jelas ya. Kalau masih kurang ngerti tutorialnya, browse aja videonya di youtube ya, keyword nya how to sew pants, atau pants sewing tutorial. Ada banyak cara bikin celana. Yang diatas itu cuma salah satunya.

Happy sewing... selamat menjahit










Read more »
0 komentar

PAUD Rumah Iqro' (sekolahnya Mahnaz)

Mahnaz senang sekali belajar disini.
Haha... mulai ceritanya ko' dari situ. Tapi itu memang yang paling terasa. Mahnaz mau segera bangun tiap pagi untuk berangkat sekolah. Pulang dengan riang dan penuh cerita soal kegiatannya hari itu. Dia berangkat bareng Ayahnya yang sekalian pergi ngantor. Pulangnya dijemput naik sepeda bareng Mumtaz. Alhamdulillah jarak PAUD ini dengan rumah tidak terlalu jauh.

Mahnaz awal mulanya tidak direncanakan bersekolah di PAUD ini. Rumah kontrakan kami sebelumnya di Ciganjur. Dan Mahnaz sudah didaftarkan di TK dekat rumah tersebut. Sudah dilunasi pula pembayarannya. Full. Mendadak, sangat mendadak sekali, sebulan sebelum kegiatan tahun ajaran baru dimulai, pemilik rumah kontrakan mengabari bahwa mereka akan kembali menempati rumah yang kami kontrak. Kami diharapkan untuk segera mengosongkan rumah. Bingung. Harus cari kontrakan baru dan cari TK Mahnaz, dan menarik kembali uang pendaftaran dari TK sebelumnya. Tadinya berusaha cari kontrakan yang sekaligus dekat TK. Tapi ternyata tidak mudah, karena cari kontrakan yang sesuai budget sekaligus memadai pun sulit. Pak Suami sedang dalam kondisi tidak fit pula untuk keliling-keliling survey. Tapi survey tetap dilakukan, sekaligus cari info bertanya sana-sini (termasuk titip pesan sama tukang sayur yang biasa berkeliling). Berkali-kali keliling sekitaran rumah, ke beberapa blok, sampai jalan-jalan lain di sekitarnya, tidak ketemu.
Lalu mulai memperluas area pencarian. Alhamdulilllah, akhirnya kami mendapati beberapa rumah yang dikontrakan. Ada beberapa opsi. Lalu difokuskan pada dua pilihan. Pengambilan keputusannya tidak perlu diceritakan lah yaa. Yang jelas, akhirnya memilih rumah di deretan sebuah kontrakan. Rumah ini masih baru selesai dibangun. Cat-cat masih baru, masih bersih, semua perintilan aksesori rumah masih baru. Ceilingnya lebih tinggi daripada pilihan yang satu lagi, jadi rumah ini terkesan lebih luas, sirkulasi udara bagus, tidak pengap. Dan pada siang hari, rumah ini terang-benderang, tidak seperti rumah yang satu lagi, ketika siang hari, sinar matahari hanya sedikit yang masuk, agak gelap. Pemilik rumah kontrakan kami sepertinya  memang mempertimbangkan pula masalah cahaya ini, walaupun bukaan minimal,tapi pada beberapa area di atas memakai kaca yang memungkinkan cahaya matahari masuk. Kamarnya ada tiga. Kamar mandi ada dua (walaupun kecil-kecil). Ada garasi. Dapurnya sudah dilengkapi kitchen cabinet. Hore bener deh, dari dulu saya berharap dapur yang seperti ini (walaupun area dapurnya mungil).

Urusan rumah selesai.Mulailah cari sekolah Mahnaz. Pilihan utama kita jatuh pada sebuah TK yang paling dekat kontrakan, walaupun lumayan jauh juga sih (agak merepotkan kalau harus ditempuh jalan kaki), tapi TK itulah yang terdekat. Harapan ini pupus, ketika ternyata TK tersebut sudah menutup pendaftaran. Ya iyalah yaaa, sekolah sudah akan mulai dalam beberapa minggu lagi.

Sempat lemas, dan pasrah. Ya sudahlah, tidak apa-apa kalau Mahnaz mulai sekolah tahun depannya. Toh baru TK ini. Hanya saja kasihan melihat Mahnaz yang sudah ingin sekolah. Mahnaz yang senang berteman banyak.

Eh, kebetulan, Ayah ingat PAUD yang beberapa kali kita lewati ketika bolak-balik cari rumah itu. Saya sempat pesimis, apa masih buka pendaftaran? Uang masuknya berapa? Soalnya sempat survey TK dengan lokasi strategis pinggir jalan, bangunan kurang lebih mirip PAUD tersebut, uang masuknya widiiih, SPP nya widiiih....
Tapi tak baik pesimis dan suudhon duluan ya? Jadi mulailah mencari kontak-kontak ke PAUD tersebut. Dapat beberapa nomer telpon, tanya-tanya. Disarankan datang langsung. Okelah. Tiba disana, bertemu dengan salah satu pengurusnya. Alhamdulillah masih buka pendaftaran. Dan lebih alhamdulillah lagi ketika tahu biaya masuknya masih terjangkau.

Akhirnya Mahnaz sekolah. Ketika awal-awal, ada saatnya dia mogok, bangun pagi dengan kesal, tapi semakin lama ia semakin semangat berangkat sekolah. Kadang beberapa kali malah bilang: Mahnaz mau di TK PAUD saja terus, ngga mau ke SD. Guru-guru PAUD Rumah Iqro memang sabar-sabar dalam mengajar. Alhamdulillah.



aku mau haji :)

jam istirahat

perayaan 17 Agustusan, lomba kipas balon

lomba makan kerupuk

senam pagi setiap Kamis


sudah senam minum dulu aaah!  

manasik haji PAUD Rumah Iqro

Bunda Narsi, Bunda Tuni, Bunda Nur, Bunda Farida mendampingi kloter PAUD Rumah Iqro

Thowaf

melempar jumroh 

Read more »

Labels

Behind The Web

Powered by Blogger.

Blogroll






Labels

AD (728x90)

Blogroll

Click List